Sejarah Singkat Polairud, Dari Kerajaan Majapahit Sampai Masa Repormasi Serta Kiprahnya

86NEWS.ID – JAKARTA – Setelah berakhirnya masa pemberontakan pada Abad 13, Kerajaan Majapahit yang telah membentuk Pasukan Bhayangkara dibawah pimpinan Patih Gajah Mada mulai menata Kembali kehidupannya, diantaranya membentuk sebuah kesatuan yang bertugas sebagai pemegang keamanan dilaut, yaitu Armada perang laut yang bertugas menjaga laut.

Selain mampu menjaga keamanan di laut dan pantai, membasmi perompak dan para bajak laut, harapan terbentuknya armada laut pada saat itu adalah sebagai pemegang keamanan di sepanjang alur sungai Brantas dan Pelabuhan Canggu sebagai Pelabuhan dalam (Pelabuhan sungai) terbesar yang menjadi pusat kegiatan ekonomi yang sangat padat di jaman Majapahit pada Abad 14.

Bacaan Lainnya

Disini menunjukkan bahwa tugas fungsi Polisi Perairan sudah ada sejak zaman Majapahit meskipun masih menjadi bagian Angkatan Laut Kerajaan Majapahit.

PADA JAMAN PENJAJAHAN BELANDA

Pada masa kolonial Belanda, Polisi diberi kewenangan untuk menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah laut berdasarkan beberapa Staatsblad (Lembaran Negara Pada masa kolonial). Sebelum Pecah perang Dunia II, fungsi Polisi Perairan sudah menjalankan tugas kewajibannya sebagai Penjaga perairan nusantara dengan berbagai nama seperti Polisi Laut, Polisi Pelabuhan, Polisi Sungai dan lain sebagainya. Namun dalam pelaksanaannya kurang sempurna, karena minimnya sarana prasarana serta peralatan, meskipun pengamanan laut pada saat itu masih dititik beratkan kepada Angkatan Laut serta masih menggunakan kapal yang sederhana dengan jumlah unit yang sangat terbatas.

PADA MASA AWAL KEMERDEKAAN

Pada masa revolusi kemerdekaan tahun 1948, upaya pemerintah membentuk Polisi Perairan di Pelabuhan Tuban, Jawa Timur gagal dikarenakan adanya Agresi Militer Belanda II dan bersamaan dengan mendaratnya tentara Belanda di Pantai Glondong, Tuban. Oleh karena itu, pembentukan Polisi Perairan baru bisa dilaksanakan pada 1950 setelah Pemerintah Indonesia mulai menata dan mengatur pemindahan kekuasaan dan lain-lain yang belum tuntas, pasca pengakuan kedaulatan Indonesia melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 1949 di Den Haag, Belanda.

Kepolisian Republik Indonesia yang saat itu bernama Djawatan Kepolisian Negara (DKN) tidak ketinggalan untuk menata organisasi, mengingat DKN merupakan bagian dari pemerintah RI. walaupun sebelum pengakuan kedaulatan sudah dirintis pembentukan Polisi Perairan, Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo (R.S. Soekanto) sebagai Kepala Kepolisian Negara (KKN) kemudian membentuk bagian Polisi Perairan, Setelah adanya pembentukan bagian-bagian dari DKN seperti Lalu Lintas, Reserse, Intelijen, Mobile Brigade (Mobrig) dan Dinas Umum.

Pembentukan tersebut dimulai ketika R.S. Soekanto mengeluarkan order Kepala Djawatan Polisi Indonesia Pusat pada tanggal 1 November 1950 yang ditujukan kepada Komisaris Polisi Rekso Prodjo Soedarsono (R.P. Soedarsono). Pembentukan bagian Polair bertujuan agar DKN memiliki fungsi pemberantasan kejahatan di laut yaitu penyelundupan serta menjaga keamanan laut dan pulau-pulau terluar mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan. Setelah itu, usaha pembentukan bagian Polair juga mendapat dukungan dari pemerintah dengan adanya Surat Keputusan Perdana Menteri pada 5 Desember 1950 mengenai pembentukan bagian Polair. Kemudian Menteri Dalam Negeri juga mengeluarkan Surat Keputusan pada tanggal 14 Maret 1951 menetapkan Polisi Perairan sebagai bagian dari DKN terhitung mulai 1 Desember 1950 dan menetapkan pemersatuan kesatuan-kesatuan kepolisian yang memiliki tugas khusus dalam pengawasan laut, pantai dan sungai ke dalam Bagian Polair.

Pada awal pembentukan, Polair mendapat pinjaman sebuah kapal dari Djawatan Pelayaran yang merupakan hasil rampasan perang yang bernama “Angkloeng”, nama sejenis burung laut. Selain itu Polair mendapat bantuan dari Direktur Pelabuhan Tanjung Priok, untuk membuat sebuah pangkalan kapal Polair.

Pada tanggal 24 November 1951, Bagian Polisi Perairan diresmikan oleh R.S. Soekanto yang Upacara peresmiannya dihadiri oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta dan para petinggi angkatan bersenjata. Kemudian, ditunjuklah Komisaris Polisi R.P. Soedarsono sebagai Kepala Bagian Polair pertama oleh Kepala Kepolisian Negara R.S. Soekanto.

TERBENTUKNYA POLISI UDARA

Setelah terbentuknya Kepolisian Perairan, DKN dan pemerintah mulai berpikir bahwa perlunya ada Polisi Udara untuk mendukung pelaksanaan tugas Polair dan menjaga Keamanan dan ketertiban udara mengingat kesulitan-kesulitan yang sering timbul dikarenakan kondisi geografis wilayah Nusantara. Kemudian, Pemerintah membentuk Seksi Udara pada akhir tahun 1955 dengan menunjuk Komisaris Polisi Drs. Harsono, sebagai Kepala Seksi Polisi Udara dan dikuatkan Dengan terbitnya Surat Keputusan Perdana Menteri pada tanggal 5 Desember 1956.

Pembentukan seksi udara bertujuan untuk memberantas penyelundupan, pengawasan lintas batas, evakuasi udara bagi korban kecelakaan dan sakit, serta menyiapkan transportasi udara untuk pejabat penting Kepolisian. Sejak tanggal 1 Desember 1956, bagian Polisi Perairan berubah menjadi bagian Polisi Perairan dan Udara dengan memiliki sarana Kapal Patroli sebanyak 35 Unit dari berbagai tipe dan sebuah pesawat Cesna 180.

PADA MASA REFORMASI

Pada masa reformasi, MPR mengadakan Sidang Istimewa dengan hasil adanya Penetapan MPR tentang pemisahan TNI dan Polri dan Penetapan tentang peran TNI dan Polri, sehingga sejak saat itu Polri menjadi mandiri. Sejalan dengan kebijakan tersebut, Kapolri mengeluarkan kebijakan reformasi Polri secara struktural, kultural dan instrumental.

Tak ketinggalan, Jajaran Kepolisian Perairan Dan Udara yang sejak masa terbentuknya sampai dengan masa reformasi sudah beberapa kali mengalami restrukturisasi organisasi penggabungan dan pemisahan, Kembali dilakukan restrukturisasi penggabungan Polair dan Poludara menjadi Ditpolairud yang langsung berada dibawah Kapolri. Sampai akhirnya, pada tahun 2017 Jajaran Kepolisian Perairan Dan Kepolisian Udara menjadi Korpolairud dan berada dibawah naungan Badan Pemeliharaan Keamanan Polri.

Pada awal masa reformasi, banyak terobosan dan pembaharuan yang dilakukan jajaran Polairud. Diantaranya kewenangan penyidikan, pemberian Brevet Bhayangkara Bahari, Brevet Penerbang Polri, Brevet Komando, Brevet Penyelam serta melakukan perubahan warna pada kapal Patroli.

KIPRAH POLAIRUD

Sejak awal terbentuknya, Polairud telah banyak berkiprah dalam menjaga keamanan wilayah nusantara, baik dalam membantu menumpas pemberontakan-pemberontakan yang muncul diawal kemerdekaan maupun menjaga pemeliharaan keamanan dengan terlibat dalam berbagai operasi. Diantara kiprah tersebut adalah:

Operasi Penumpasan DI/TII Kahar Muzakkar pada tahun 1957 dan 1959
Operasi Trikora Tahun 1962 Dengan Pembentukan Komando Gugus Tugas-090 oleh Komandan Polairud, yang kemudian Komando Gugus Tugas tersebut diperbantukan pada Angkatan Laut Mandala
Operasi Dwikora pada tahun 1964 Dengan perbantuan pergeseran pasukan dari Jakarta menuju Pulau Natuna dan perairan perbatasan Laut.
Operasi Seroja pada tahun 1976 dengan perbantuan pengamanan pesisir pantai Timor Timur dan sarana transportasi logistic maupun sarana angkut pasukan.
Operasi Aman Malindo Pada tahun 1979, dimana Polri mengadakan kerjasama dengan Polis Diraja Malaysia (PDRM) dalam rangka pemberantasan penyelundupan, imigran gelap, narkoba, dan uang palsu
Operasi Sri Gunting dan Operasi Nila pada tahun 1989 dengan melakukan pemberantasan penyelundupan di perairan perbatasan dan pemusnahan ganja di wilayah aceh dan sekitarnya
Operasi Jaring Merah pada tahun 1990 sampai dengan tahun 1998 dengan bantuan 2 Helikopter dan Pesawat Cesna mendukung operasional TNI POLRI di Aceh menanggulangi Pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka (GAM)
Operasi Gurita Pada tahun 1998 dengan melakukan pemberantasan illegal fishing yang dilakukan kapal asing di wilayah perairan Indonesia.

NAMA PEJABAT KEPALA KEPOLISIAN AIR DAN UDARA DARI MASA KE MASA.

Kepala Bagian Polisi Air dan Udara Djawatan Kepolisian Negara.

1.Kombes. Pol. RP. Sudarsono 1956 – 1958

Kepala Dinas Air dan Udara Djawatan Kepolisian Negara.

2. AKBP. Soeharjono Sosro Hamidjojo 1958 – 1960

3.Kombes. Pol. R. Hartono 1965

Direktur Polisi Air dan Udara Kepolisian Negara Republik Indonesia.

4. Brigjen. Pol.
Drs. F.X. Sumardi, S.H.
2000 – 2001.

5.Brigjen. Pol. Drs. Mudji Santoso, S.H.
2001- 2002.

Direktur Kepolisian Air dan Udara Babinkam Polri.

6.Brigjen. Pol. Drs. F.X. Sunarno, S.H.
2002 – 2005.

7.Brigjen. Pol. Drs. I Nengah Sutisna, M.B.A.
2005 – 2008.

8.Brigjen. Pol.Drs. Abdulrachman.
2008 – 2009.

9.Brigjen. Pol. Drs. Budi Hartono Untung
2009 – 2012.

10.Brigjen. Pol. Drs. Imam Budi Supeno, S.H., M.H.
2012 – 2015.

11.Brigjen. Pol. Drs. Muhammad Chairul Noor Alamsyah, S.H., M.H.
2015 – 2017.

Kepala Korps Kepolisian Air dan Udara Baharkam Polri.

1.Irjen. Pol. Drs. Muhammad Chairul Noor Alamsyah, S.H., M.H.
2017 – 2019.

2. Irjen. Pol.Drs. Zulkarnain Adinegara
2019 – 2019

3.Irjen. Pol.Drs. Lotharia Latif, S.H., M.H.
2019 – 2020

4.Irjen. Pol.Drs. Verdianto Iskandar Bitticaca, M.Hum.
2020 – 2022.

5.Irjen. Pol.Drs. Indra Miza, M.Si.
2022 – 2023

6.Irjen.Pol. Mohammad Yassin Kosasih, S.IK., M.Si.
2023 – Petahana. (Tim Redaksi).

Pos terkait